Au-Pair? Pembantu??
“Dear family, my name is Rebecca and currently I live in Jakarta. My hobbys are singing, reading, playing guitar and travelling. I want to become an Au-Pair because I want to learn more about the culture and the language from your country….”
Kalimat di atas adalah sebuah cuplikan dari surat “Dear family” yang dikirim oleh calon Au-Pair ke calon host family-nya. Surat ini bisa disamakan dengan cover letter saat seseorang melamar pekerjaan di kantoran.
Eh tunggu dulu… Au-Pair itu apa sih??
Nah, sebelum saya menjelaskan panjang lebar, cara bacanya harus benar dulu. Cara baca Au-Pair adalah “Ope:” (huruf “r”nya seolah-olah tidak dilafalkan).
Pada dasarnya, program Au-Pair ini adalah program ‘domestic assistance’ dimana si Au-Pair yang berasal dari negara lain tinggal bersama, mengasuh anak, dan mengerjakan pekerjaan rumah tangga dari host family.
Pekerjaan rumah tangga??? Semacam pembantu gitu???
Tidak. Sebagai seorang mantan Au-Pair tentu saja saya menolak persamaan istilah Au-Pair dan pembantu! :D Selain sentimen negatif saya dengan persamaan istilah ini, secara etimologi, istilah pembantu tidak cocok menggambarkan Au-Pair. Istilah Au-Pair ini berasal dari bahasa Prancis yang berarti “at par” atau “equal to” yang menggambarkan bahwa Au-Pair dan host family adalah sederajat, bukan seperti hubungan antara pembantu dan majikan.
Biar lebih jelas, saya akan membuat tabel perbedaan antara Au-Pair dan PRT (Pembantu Rumah Tangga).
Au-Pair
|
PRT
|
|
Pekerjaan
|
- Mengasuh anak dan segala sesuatu yang berhubungan dengan anak.
- Pekerjaan rumah tangga ringan (mengosongkan mesin cuci piring, belanja, dsb). |
- Mengasuh anak
- Segala pekerjaan rumah tangga ringan hingga yang paling berat, mulai dari bersih-bersih rumah, kamar mandi, kebun dan sebagainya. |
Saat makan
|
Makan di meja dan makanan yang sama dengan host family.
|
Tidak makan bersama, kadang makanan berbeda.
|
Waktu sengang
|
Bisa liburan bersama host family dan tidak bekerja (menjaga anak).
|
Tidak bisa liburan bersama keluarga majikan. Kalaupun liburan bersama, harus tetap bekerja menjaga anak.
|
Les bahasa
|
Diberikan waktu dan uang tambahan untuk les bahasa.
|
Tidak ada.
|
Durasi program
|
Maksimal 1 tahun.
|
Lebih dari 1 tahun sepanjang majikan dan PRT masih cocok 1 sama lain.
|
Rutinitas yang biasa yang dijalani oleh seorang Au-Pair biasanya berawal dari pagi hari, yaitu mempersiapkan anak berangkat sekolah (sarapan, ganti baju, dsb). Setelah anak berangkat sekolah, Au-Pair akan memiliki waktu luang di pagi hingga siang hari. Terkadang Au-Pair mengerjakan pekerjaan rumah tangga ringan atau bisa juga diisi dengan kursus bahasa di pagi hari, tergantung kesepakatan antara host family dan Au-Pair. Lalu di siang hari, saat anak pulang dari sekolah Au-Pair akan kembali bekerja menjaga anak hingga orangtua pulang bekerja. Secara garis besar itu adalah rutinitas normal sebagai seorang Au-Pair.
Seluruh kegiatan di atas hanya boleh dikerjakan dalam lingkup jam kerja Au-Pair yang berjumlah 30 jam/ minggu. Dengan kata lain Au-Pair hanya boleh bekerja 5 jam/ hari selama 6 hari dalam seminggu, atau 6 jam/ hari selama 5 hari dalam seminggu. Normalnya, Sabtu – Minggu adalah hari libur Au-Pair.
Namun, pekerjaan orangtua dapat mempengaruhi rutinitas seorang Au-Pair juga. Jika orangtua bekerja sebagai dokter yang terkadang Sabtu-Minggu harus bekerja dan meninggalkan anak-anaknya, maka Au-Pair harus bekerja pula di hari Sabtu-Minggu. Tentu saja, jika Au-Pair harus bekerja di hari Sabtu-Minggu, maka dia berhak mendapatkan hari libur di hari lain.
Menurut opini saya, hal yang paling membedakan secara krusial antara Au-Pair dan PRT adalah durasi program. Durasi program Au-Pair sangat ketat, hanya diperbolehkan maksimal 1 tahun. Jadi setelah 1 tahun, si Au-Pair harus pulang kembali ke negaranya (beberapa ada yang lanjut kuliah, atau menikah dengan penduduk lokal… hehe) dan host family dapat melanjutkan mempekerjakan Au-Pair lain. Kenapa saya bilang hal ini yang paling membedakan adalah karena hal ini memberikan perspektif kepada si Au-Pair bahwa pekerjaan domestic assistant ini bukan pekerjaan tetap. Jadi tidak perlu segan untuk melakukan pekerjaan rumah tangga yang ringan. Toh hanya untuk 1 tahun. Setelah selesai program Au-Pair, seorang Au-Pair dapat memilih profesi atau kegiatan lain. Sedangkan seorang PRT dapat bekerja hingga 5-10 tahun, atau bahkan lebih… sehingga ini sudah menjadi profesi tetap.
Apakah penjelasan saya yang panjang lebar di atas sudah mengubah perspektif kamu tentang seorang Au-Pair??
Mungkin belum… mungkin kamu masih berpikir “ah dari kerjaannya Au-Pair itu ya pembantu. Cuma dikasih gimmick (hadiah menarik) seperti les bahasa bla bla bla”.
Ya… saya dapat memahami kenapa orang dari negara kita sulit membayangkan adanya program seperti ini. Ini ada logikanya. Di Negara berkembang, seperti negara kita, istilah Au-Pair tidak dikenal. Yang ada hanyalah PRT. Alasannya adalah karena kebutuhan domestic assistant dari kelas ekonomi A – B masih bisa dipenuhi oleh penduduk lokal yang berasal dari kelas ekonomi C – D. Dan istilah domestic assistant sama dengan servant yang status antara majikan dan pekerja sangat kentara. Istilah Au-Pair ini lebih dikenal di Negara maju seperti di Eropa Barat, Amerika Utara (Kanada dan AS), dan Australia dimana penduduk lokal tidak bisa memenuhi kebutuhan domestic assistant dari kelas ekonomi A – B. Dan arti dari domestic assistant di Negara ini bukanlah servant sehingga seorang Au-Pair diperlakukan seperti anggota keluarga.
Kesimpulannya, lewat tulisan ini saya ingin membuka mata kamu dan orang-orang lain yang menyamakan Au-Pair dengan pembantu, bahwa Au-Pair BUKAN pembantu. Au-Pair adalah program yang sangat baik untuk anak-anak muda yang berjiwa petualang, haus akan wawasan dan pengalaman baru, dan ingin belajar bahasa lain. Au-Pair adalah program pertukaran budaya dimana kamu bisa bertemu dengan banyak orang dari budaya berbeda dan belajar memahami perbedaan tersebut. Jadi, jangan kecilkan arti program Au-Pair dengan menyamakannya dengan pembantu.
Intinya semoga tulisan ini bermanfaat. Buat kamu yang masih galau mau jadi Au-Pair atau engga, coba aja. Kalau batasan umur masih cukup, ada uang untuk beli tiket, kemampuan bahasa sudah ok, segera cus, berangkat! J
Sampai jumpa di tulisan berikutnya….
B,
Frankfurt, 26 September 2016
Curcol ni Bec... Bec, loe kudu post experience loe yg super inspiring ituhhh. Cerita loe yg adventurer banget itu harus diabadikan.
BalasHapus